Resensi Buku Rembulan Tenggelam Di Wajahmu karya Tere Liye
Dibalik Tatapan Bulan
Judul : Rembulan Tenggelam di Wajahmu
Penulis : Tere Liye
Penerbit : Penerbit Republika
Tahun Terbit : 2009
Halaman : 1-425
Ukuran : 20,5 x 13,5 cm
Tebal : iv + 426 halaman
Harga : Rp 60.000
Dari sekian banyak benda langit yang menakjubkan, Tere Liye memilih bulan
atau lebih menyenangkan disebut rembulan. Karya penulis best-seller ini menceritakan perjalanan hidup seorang yatim-piatu
bernama Reihan Raujana atau sering dipanggil Ray yang memiliki masa lalu rumit
sekaligus menakjubkan. Buku ini diterbitkan pada awal tahun 2009 dan terus
dicetak ulang hingga tahun ini 2018. Sangat disayangkan buku sebagus ini tidak
banyak diketahui siswa. Namun melalui program literasi yang digalakan di
sekolah saat ini, saya yakin buku ini akan terselip diantara banyaknya buku
lain yang akan siswa – siswi baca.
Buku ini diawali dengan pengenalan
seorang gadis kecil bernama Rinai yang sedang bersedih merindukan kedua orang
tua yang tidak pernah dia temui. Dia menangis, dan setiap tangisannya mengundang
hujan. Pada bab ini pembaca belum dapat menyimpulkan cerita, karena hanya
menyampaikan sepotong cerita menggantung mengenai gadis kecil. Cerita tokoh
utama baru dimulai pada bab selanjutnya. Seorang Kakek tua berusia 60 tahun
tengah terbaring sekarat di sebuah kamar VVIP.
Pasien spesial pemegang kongsi dagang terbesar yang pernah ada hanya terbujur
kaku selama 6 bulan disana, bertanya dan terus merutuk hidupnya selama ini
sambil memandang rembulan. Ketika waktunya hampir habis, rembulan berbaik hati
mengajaknya mengenang masa lalu dan menjawab 5 pertanyaan yang selama ini dia
adukan pada rembulan.
Pertama,
Apakah kau memang tidak pernah memiliki
kesempatan untuk memilih? Pertanyaan pertama terjawab dengan sederhana,
seorang teman panti meninggal dengan ikhlas menanggung perbuatan orang yang
sangat dia hormati. Sesungguhnya segala sesuatu sudah ditentukan dan tidak ada
yang sia-sia dalam hidup. Karena bisa jadi ada garis kehidupan orang lain yang
terpaut pada kita.
Kedua, Apakah hidup ini
adil? Sepotong koran usang itu sumber permasalahannya. Sudah tentu
jawabannya, “ya”. Para penjahat itu mendapatkan balasannya tanpa Ray ketahui,
bisa dalam bentuk hukuman gantung maupun tancapan bambu di dadanya.
Ray bukan anak nakal, hidupnya yang
suram yang membuatnya seperti itu. Tinggal di panti yang buruk, menjalani hidup
keras di terminal, bahkan terlibat dalam pencurian hebat. Masa lalu kelam itu
dia jalani sambil menatap rembulan. Karena hanya dengan menatapnya maka dia
akan merasa tenang. Dia percaya bahwa kehidupan itu indah dan sudah diatur. “Andaikata
semua kehidupan ini menyakitkan, maka di luar sana pasti ada sepotong bagian
yang menyenangkan.” (hal 424). “Pasti ada sesuatu yang jauh lebih indah dari
menatap rembulan di langit.“ (hal 424).
Bab ini istimewa bagi Ray. Bercerita
tentang gadis pertama yang pernah membuatnya jatuh hati, gadis satu-satunya
yang ia cintai dan nikahi, dan gadis yang lebih dulu meninggalkannya.
Ketiga, Kenapa langit
tega sekali mengambil istrimu. Kenapa takdir menyakitkan itu harus terjadi?
Tuhan memiliki tujuannya sendiri dengan menurunkan takdir kepada hamba-Nya. “Tuhan
justru sedang mengirim seribu malaikat untuk menjemput istrimu di penghujungnya
yang baik. Kau harus melihatnya dari sisi istrimu yang pergi, bukan dari sisimu
yang ditinggalkan.“ (hal 316-317). Setelah kehilangan istrinya, Ray hanya
merasa hampa.
Keempat, Ternyata setelah
sejauh ini semuanya tetap terasa kosong, terasa hampa. Kenapa? Orang yang
selama ini hanya mengejar dunia, maka dia tidak akan merasa puas. Padahal jawaban
dari pertanyaan keempat ini sangatlah dekat, selalu menemani Ray setiap hari
tanpa dia sadari sebelumnya. “Tapi aku tidak membutuhkan itu semua. Rumah
besar, mobil, berlian. Bagiku kau ikhlas dengan semua yang kulakukan untukmu.
Ridha atas perlakuanku padamu. Itu sudah cukup.“ (hal 382). Begitulah ucapan
istrinya.
Kelima,
Kakek itu sakit selama 6 bulan, ginjalnya meradang dan terjadi banyak
komplikasi pada tubuh tua itu. Kenapa kau
harus mengalami sakit berkepanjangan? Kenapa takdir sakit itu mengungkungnya? Pertanyaan
yang lagi-lagi terlontar dari mulut kakek itu. Sekali lagi ditekankan bahwa
takdir telah ditentukan oleh Tuhan, dan tidak ada yang sia-sia dalam hidup ini.
Bisa jadi kita bahagia karena sebelumnya ditimpa banyak kepedihan akibat orang
lain, dan bisa jadi kita sakit bertidakkesudahan akibat merenggut kebahagiaan
orang lain.
Ada yang menarik dari buku ini. Ketika membacanya pembaca akan merasa larut
dalam cerita sang tokoh dan tidak menyadari kesamaan waktu di hampir setiap
peristiwa. Hampir semua peristiwa penting di hidup Ray terjadi ketika malam
takbiran. Selain itu angka enam juga telah diulang-ulang dalam pemakaian waktu
cerita. Tere Liye seperti tengah menyampaikan sesuatu dengan angka 6 dan malam
takbiran, namun kebanyakan pembaca tidak menyadari kesaamaan waktu tersebut. Selain
itu kata “aku” di setiap judul bab menjadi poin menarik lainnya. “Aku” disini
seperti menjelaskan isi bab tersebut secara personal dan membuat cerita lebih
terlihat nyata. Kisah hidup seorang tokoh diatur secara acak namun tetap
menarik. Pembaca dibuat penasaran dengan bab-bab yang dibacanya, terus
menerka-nerka jalannya cerita walaupun akhirnya tidak tertebak juga. Cerita
dalam buku ini juga mengandung banyak mengajarkan tentang arti hidup,
menghadapi pahit-manis kehidupan, bersyukur, ikhas, dan kesederhanaan.
Alur maju-mundur yang dipakai sukses membuat cerita menjadi lebih hidup,
sayangnya tidak sedikit pembaca yang kebingungan membaca buku ini akibat alurnya
yang cepat berubah. Tokoh yang saling bersinggungan juga menjadi penyebab
pembaca kebingungan, banyak dari mereka yang harus kembali membuka bab
sebelumnya demi mencocokan cerita. Selain isi buku, tampilan buku pun tidak
luput dari sorotan pembaca. Banyak orang beranggapan sampul bukunya tidak
menarik dan tidak sesuai membuat pembaca enggan membaca buku ini. Sehingga bisa
disimpulkan bahwa buku ini tidak banyak yang membaca. Selain itu, persepsi
bahwa buku Tere Liye selalu menggunakan kalimat yang tinggi membuat orang-orang
menganggap kata-katanya terlampau sulit dimengerti.
Buku ini memberikan banyak inspirasi dan motivasi kepada para pembacanya
melalui rangkaian ceritanya. Membuat pembaca tidak menyesal telah membacanya
dan enggan melewatkan setiap bagian dari ceritanya. Buku ini sangat bagus dan sangat
direkomendasikan untuk dibaca oleh berbagai kalangan, mulai dari SMP, SMA, sampai
dewasa. Banyak kata-kata Tere Liye yang menjadi tamparan bagi hati dan akal
kita, membuat kita sadar dan mengerti berbagai peristiwa yang terjadi dalam
kehidupan. Ray telah membuktikannya kepada pembaca betapa hidupnya yang kelam
dan menyakitkan itu ternyata sempurna dan dia cintai. Jika hidup Ray saja
begitu dia cintai, maka bagaimanakah dengan kehidupan kita? Jawabannya ada
ditangan kita sendiri, ingin seperti apa hidup kita ini.
author : Alifiannisa Sukma Arini
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda